Rabu, 25 Maret 2009

just sharing info dari sinuhun mbah guru "ki jero martani"

MOHON MAAF SINUHUN KI  JERO MARTANI SAYA MENGCOPY PASTE TULISAN SINUHUN .
 Negara Gagal
333 magnify

Sebuah catatan lama menguraikan, sebuah negara di tanah Nusantara, membangun sistem sosial kemasyarakatan dengan 4 warna atau profesi utama yaitu kelompok brahmana - bekerja di sektor sub sistem sosio kultural, wesya - di sub sistem ekonomi, ksatriya yang bekerja untuk sub sistem politik atau pencapaian tujuan, sedangkan sudra adalah kelompok bukan ketiganya. Pembagian ini berdasarkan adanya functional differentiation untuk mencegah conflik of interest ketika melaksanakan tugas profesinya masing-masing, jadi tidak ada lebih tinggi satu dengan yang lain atau lebih penting satu sub sistem dengan sub sistem lainnya. Brahmana diandaikan sebagai kepala, ksatriya adalah tangannya, wesya adalah perut dan sudra yang menopang ketiga komponen sehingga dapat berdiri tegak.

Para pengelola sistem politik disebut dengan golongan ksatriya. Golongan ini menjalankan tugas pengelolaan negara baik eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sistem politik melaksanakan tugas (2) pengendalian atau regulator untuk bidang perekonomian sehingga tercipta keadilan dalam berusaha. Atas perannya tersebut, maka Sistem ekonomi menyetorkan (1) pajak kepada pengelola negara.

Beragam artefak budaya seperti hasil karya cipta manusia berupa ilmu pengetahuan, norma hukum atau kurikulum pendidikan, harus dibangun sesuai standar internal tertentu, mandiri, konsisten serta logis. Obyektifitas sistem sosial budaya harus tinggi tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik apalagi desakan masalah ekonomi. Disinilah peran penting para Brahmana - ulama, pemikir, guru, dosen dan orang-orang yang bekerja sebagai pemikir budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai penjaga gawang obyektifitas sehingga standar ini tidak bisa dikompromikan atau dilanggar untuk tujuan politik atau ekonomi. Pelanggaran ini akan menyebabkan hancurnya validitas artefak budaya yang dihasilkan tersebut.

Para ksatriya bertugas untuk memberikan (4) kesejahteraan kepada sub sistem sosio kultural. Sedangkan subsistem ini, akan memberikan (3) kesetiaan atau loyalitasnya kepada penyelenggara pemerintah. Sedangkan para wesya melalui kegiatan jasa, industri dan perdagangannya, bertugas menyediakan (5) barang/jasa kepada sub sistem sosio kultural dan sebagai imbalannya sub sistem ini menyediakan (6) tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan pertambahan nilai.

Mengambil sari-sari kisah lama, mari kita coba terapkan pola di atas untuk memotret keadaan negara kita saat ini.

Sektor Politik vs Ekonomi

Pengendalian (1). Sudah kita ketahui bersama bahwa pemerintah sebagai pengendali kegiatan ekonomi atau regulator, terlihat sibuk dengan berbagai wacana, namun sayang belum mampu menggerakkan perekonomian bangsa. Indikator-indikator indah ekonomi makro, tidak mampu menggerakkan sektor riil. Roda sektor riil bergerak lambat kalau boleh dikatakan makin pelan, dan sebentar lagi akan berhenti.

Penghisapan Manusia atas Manusia

Harga BBM yang dilambungkan secara fantastis atas pertimbangan harga minyak dunia, membuat efek domino yang luar biasa dalam jangka panjang. Bantuan Tunai Langsung hanya hiburan sesaat, beritanya sudah nyaris tak terdengar. Dan ketika minyak dunia sudah normal, harga BBM tetap tinggi. Ironi negara kaya raya, rakyatnya bagai tikus mati di lumbung padi. Cara baru dalam "explotation de l'home par l'home" -penghisapan manusia pengelola negara, terhadap rakyat pemilihnya. Negara sudah kehilangan peran dalam membantu ekonomi rumah tangga. Ada atau tidak negara, rakyat tidak merasa ada manfaatnya. Bahkan mereka menjadi antipati berurusan dengan aparat negara. Dengan keleluasaan anggaran yang luar biasa, roda perekonomian tak bergerak, kemanakah duit itu bergulir ?

Pengadaan Momok Penguasa Korup

Sektor pengadaan barang/jasa pemerintah yang diharapkan mampu menggerakkan perekonomian ternyata dikelola dengan sangat buruk dengan tingkat markup yang menakjubkan dan pelanggaran yang luar biasa. Sektor pengadaan yang diwarnai oleh kolusi pengguna dan penyedia jasa sudah sangat kasat mata terbukti dengan kasus-kasus pengadaan yang melibatkan Ketua KPU, Menteri Sekretaris Negara, Kepala Bulog, berpuluh Kepala Daerah bahkan sampai anggota DPR. Prinsip Keppres 80/2003 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah seperti transparansi, efisien, efektif, adil dan akuntabel, hanya semboyan kosong belaka. Pengelola pengadaan sangat tidak kompeten terbukti rendahnya kelulusan sertifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah.

Menteri Pencabut Nyawa

Sektor transportasi darat, laut dan udara, tak henti dihias kecelakaan yang merupakan pembunuhan masal terbesar, melebihi nyawa yang melayang di sebuah peperangan. Karena apakah itu ? Karena kereta api kita sudah tua dijejali oleh penumpang yang memang tak memiliki daya beli untuk membeli kenyamanan lebih, kapal laut kita udah uzur tapi surat ijin jalan tetap keluar, kapal terbang kita sudah tak laku di luar negeri namun masih dianggap gagah perkasa di nusantara. Beribu nyawa telah melayang, sang menteri tak pernah merasa tolol dan tak mampu sebagai pengendali. Dia selalu merasa bisa namun tak pernah bisa merasa. Departemen teknis diisi oleh pejabat politis, jika suatu pekerjaan diserahkan kepada bukan ahlinya, sudah tentu kehancurannya !

Pajak Dimakan Orang

Pajak (1) digenjot dengan luar biasa, seluruh rakyat dikirim NPWP pribadi, tanah sejengkal bayar PBB. Namun tetap saja oknum pajak makin kaya mafia di bea cukai permainannya sudah bukan rahasia. Pernahkah anda dengar sebuah perusahaan eksepedisi resmi yang terang-terangan jadi penyelundup namun bertahun-tahun tak pernah ditangkap ? Hebat khan ? Karena regulasi lemah, maka sektor ekonomi mengerahkan segala daya upaya untuk menghindari pajak di dukung oleh oknum korup petugas ... kloplah sudah.

Politik vs Sosio Kultural

Kesejahteraan (4). Janji kampanye untuk memberikan kesejahteraan masih jauh dari harapan. Sebagai ahli rekayasa persepsi, rangkaian bencana ini malah dianggap sebagai berkah, alasan tepat menutupi kegagalan dalam mencapai visi dan memenuhi janji saat pemilu dahulu. Harga BBM Naik, anggaran belanja negara melonjak tajam, penguasa sekarang kaya raya, dari hasil menghisap keringat rakyat Nusaantara, tidak ditindak lanjuti dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tercetak Ilmuwan Tukang

Pendidikan ditelantarkan, para Brahmana di perguruan tinggi, dengan pola BHMN dan BLU dibiarkan berkeliaran mencari makan dengan membabi buta. Komersialisasi pendidikan akan terjadi dengan sangat luar biasa. Kesempatan menikmati perguruan tinggi akan makin langka. Kurangnya jaminan kesejahteraan bagi para Dosen dan Guru, akan menyebabkan mereka menjadi ilmuwan tukang. Kehilangan obyektifitas hanya kerana desakan pelaku ekonomi dan politik. Akan banyak ahli-ahli yang dibayar oleh politikus untuk melencengkan kebenaran sejarah yang ada. Para komentator-komentator, analis-analis di pusat-pusat penelitian di bungkam oleh penguasa dengan bantuan-bantuan riset yang hasilnya tentu disesuaikan dengan kepentingan pemberi order. Belum lagi kasarnya permainan para penjudi saham yang akan menggoreng saham segera setelah seorang pengamat yang mestinya dipercaya malah memberikan informasi yang menyesatkan.

Penderitaan Melenyapkan Kesetiaan

Dua puluh persen anggaran untuk pendidikan hanya janji palsu belaka. Kesejahteraan yang minim, akan menyebabkan para brahmana hilang kesetiaan (3). Para guru mengoceh kepada murid – membicarakan mencemooh terus menerus kebijakan Sang Raja Tebar Pesona. Murid-murid yang menjadi pemilih pemula, akan bicara kepadanya ibunya. Ibunya yang buta politik, ikut memilih apa yang dibilang anaknya. Belum lagi para mahasiswa yang mendengar fakta-fakta dari sang dosen, Raja Akan tebar wacana.

Ekonomi vs Sosio Kultural

Subsistem ekonomi berfungsi menyediakan barang/jasa kepada masyarakat. Saat ini terjadi fenomena aneh luar biasa. Industriawan cina mampu membuat paket sisir rambut 3 buah dengan harga jual di Indonesia Rp.5000,- ! Baju-baju muslim yang tadinya dibuat di bekasi sekarang lebih murah diimpor dari china. Banjir berbagai produk murah dari china, memukul perekonomian bangsa Indonesia.

Doktor Pertanian Bukan Jaminan

Walau bangsa ini di pimpin oleh seorang Doktor Pertanian lulusan Institut Pertanian Bogor, tetap saja beras masih impor. Gaduh hanya diwacana, petani tetap menderita. Pupuk, pestisida dan lain-lain melambung tinggi - biaya produksi beras jadi tak terkendali. Jawabannya tetap sederhana, warisan penyakit lama. Padahal ... jaman dahulu kita pernah swasembada beras.... ini membuktikan S3 alias Doktor Pertanian tak menjamin petani tidak tambah sengsara. Institut Pertanian Bogor - alumni nya sudah masuk ke segala bidang - komputer - perbankan - hotel - cleaning service sampai presiden. Tampaknya mereka sudah seolah pintar di segala bidang, namun gagal mengurus bidangnya sendiri yakni pertanian.

Krisis Motivasi

Kerja banting tulang, hasilnya tak seberapa. Bahkan ada yang bunuh diri karena tak tahan menghadapi derita berkepanjangan. Korban Lusi - lumpur sidoarjo jadi gila karena menunggu janji fatamorgana. Korban gempa - putus asa - menunggu janji 30 juta. Petani tetap menderita. Nelayan menahan lapar akibat tak mampu beli solar. Para pekerja pergi pagi pulang petang pendapatan pas-pasan. Pikiran penuh penderitaan. Pencuri sudah berani menantang penghuni. Garong merajalela di tengah keramaian.

Sementara, para pejabat bejat, mantan politikus bermulut garang, menggaruk milyaran dengan gampang. Syukurlah si gondrong KPU akhirnya masuk bui. Kepala Bulog dicocok makan duit milyaran. Ketua PLN kita doakan mati kesetrum akibat korupsi yang dilakukan. Yusril tidak tahu aturan penunjukan langsung, untung diselamatkan secara adat. Produktifitas kerja menurun seiring dengan melemahnya kekuatan sektor ekonomi.

Penutup

Kita lihat bahwa sub sistem perekonomian kita tidak bertambah baik. Sub sistem politik baik eksekutif, legislatif dan yudikatif perbaikannya masih "akan" bukan "telah". Sub sistem sosio kultural dipenuhi brahmana bejat penjual ayat serta nasib guru yang kian melarat.

Krisis ekonomi dilanjut dengan krisis politik lalu krisis legitimasi dan berikutnya tentu akan muncul krisis motivasi. Sebagai bahan evaluasi apakah pemerintah saat ini, telah sukses mengantarkan bangsa indonesia ke jurang krisis pamungkas ini, mari kita lihat checklist di bawah ini.

Mohon dicetak checklist berikut, mohon luangkan waktu sejenak untuk membaca 214 butir fakta yang tersedia. Setiap point yang benar berikan tanda CENTANG di nomor baris terkait. Berdasarkan pendapat anda, isilah poling yang telah disediakan.

MOHON BANTUAN rekan-rekan milis, untuk menyebarkan jejak pendapat ini kepada teman-teman anda.

Mudah-mudahan dengan poling ini, kita bisa ukur, sudah seberapa rusak bangsa kita, kalau kita gunakan acuan ramalan fakta cerita lama.

Jika ada jodoh dan ada waktu, pada pertemuan berikutnya kita coba diskusikan solusi untuk menghadapi masalah ini, minimal untuk menyelematkan diri pribadi dan keluarga yang kita sayangi.

====== Daftar Ramalan Jaya Baya ======= 

1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda. 
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Tanah Jawa berkalung besi. 
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berlayar di ruang angkasa. 
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan lubuk. 
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara. 
6. Iku tandha yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda jaman Jayabaya telah mendekat. 
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut. 
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak. 
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal. 
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian lelaki. 
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman--- Itu pertanda orang akan mengalami jaman berbolak-balik 
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati. 
13. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri. Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan. 
14. Ora ngendahake hukum Allah--- Tak peduli akan hukum Allah. 
15. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung. 
16. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci. 
17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya mementingkan uang. 
18. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan. 
19. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan. 
20. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara. 
21. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak. 
22. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu. 
23. Nantang bapa--- Menantang ayah. 
24. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat. 
25. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga. 
26. Kanca dadi mungsuh--- Kawan menjadi lawan. 
27. Akeh manungsa lali asale--- Banyak orang lupa asal-usul. 
28. Ukuman Ratu ora adil--- Hukuman Raja tidak adil 
29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pembesar jahat dan ganjil 
30. Akeh kelakuan sing ganjil--- Banyak ulah-tabiat ganjil 
31. Wong apik-apik padha kapencil--- Orang yang baik justru tersisih. 
32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin--- Banyak orang kerja halal justru malu. 
33. Luwih utama ngapusi--- Lebih mengutamakan menipu. 
34. Wegah nyambut gawe--- Malas menunaikan kerja. 
35. Kepingin urip mewah--- Inginnya hidup mewah. 
36. Ngumbar nafsu angkara murka---nggedhekake duraka, Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka. 
37. Wong bener thenger-thenger--- Si benar termangu-mangu. 
38. Wong salah bungah--- Si salah gembira ria. 
39. Wong apik ditampik-tampik--- Si baik ditolak ditampik. 
40. Wong jahat munggah pangkat--- Si jahat naik pangkat. 
41. Wong agung kasinggung--- Yang mulia dilecehkan 
42. Wong ala kapuja--- Yang jahat dipuji-puji. 
43. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu. 
44. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira 
45. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri. 
46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar pada suami. 
47. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak. 
48. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri. 
49. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar pasangan. 
50. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda. 
51. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu. 
52. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen). 
53. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis. 
54. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang. 
55. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu. 
56. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri. 
57. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga. 
58. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka. 
59. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat. 
60. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim. 
61. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua. 
62. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi. 
63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari bapanya. 
64. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang. 
65. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang. 
66. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi. 
67. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja. 
68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Di mana-mana perempuan lacur 
69. Akeh laknat--- Banyak kutuk 
70. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat. 
71. Anak mangan bapak---Anak makan bapak. 
72. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara. 
73. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan. 
74. Guru disatru---Guru dimusuhi. 
75. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga. 
76. Kana-kene saya angkara murka---Angkara murka semakin menjadi-jadi. 
77. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban. 
78. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan. 
79. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang. 
80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat, selatan, dan utara. 
81. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara. 
82. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia. 
83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak dibilang bangau. 
84. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar. 
85. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat. 
86. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna. 
87. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat. 
88. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu. 
89. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara. 
90. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa. 
91. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara. 
92. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam. 
93. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela. 
94. Akeh barang haram---Banyak barang haram. 
95. Akeh anak haram---Banyak anak haram. 
96. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki. 
97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat sendiri. 
98. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang. 
99. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang. 
100. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual. 
101. Sing dodol akal okol---Si penjual bermain siasat. 
102. Wong golek pangan kaya gabah diinteri---Mencari rizki ibarat gabah ditampi. 
103. Sing kebat kliwat---Siapa tangkas lepas. 
104. Sing telah sambat---Siapa terlanjur menggerutu. 
105. Sing gedhe kesasar---Si besar tersasar. 
106. Sing cilik kepleset---Si kecil terpeleset. 
107. Sing anggak ketunggak---Si congkak terbentur. 
108. Sing wedi mati---Si takut mati. 
109. Sing nekat mbrekat---Si nekat mendapat berkat. 
110. Sing jerih ketindhih---Si hati kecil tertindih 
111. Sing ngawur makmur---Yang ngawur makmur 
112. Sing ngati-ati ngrintih---Yang berhati-hati merintih. 
113. Sing ngedan keduman---Yang main gila menerima bagian. 
114. Sing waras nggagas---Yang sehat pikiran berpikir. 
115. Wong tani ditaleni---Si tani diikat. 
116. Wong dora ura-ura---Si bohong menyanyi-nyanyi 
117. Ratu ora netepi janji, musna panguwasane---Raja ingkar janji, hilang wibawanya. 
118. Bupati dadi rakyat---Pegawai tinggi menjadi rakyat. 
119. Wong cilik dadi priyayi---Rakyat kecil jadi priyayi. 
120. Sing mendele dadi gedhe---Yang curang jadi besar. 
121. Sing jujur kojur---Yang jujur celaka. 
122. Akeh omah ing ndhuwur jaran---Banyak rumah di punggung kuda. 
123. Wong mangan wong---Orang makan sesamanya. 
124. Anak lali bapak---Anak lupa bapa. 
125. Wong tuwa lali tuwane---Orang tua lupa ketuaan mereka. 
126. Pedagang adol barang saya laris---Jualan pedagang semakin laris. 
127. Bandhane saya ludhes---Namun harta mereka makin habis. 
128. Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---Banyak orang mati lapar di samping makanan. 
129. Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---Banyak orang berharta tapi hidup sengsara. 
130. Sing edan bisa dandan---Yang gila bisa bersolek. 
131. Sing bengkong bisa nggalang gedhong---Si bengkok membangun mahligai. 
132. Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih. 
133. Ana peperangan ing njero---Terjadi perang di dalam. 
134. Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---Terjadi karena para pembesar banyak salah faham. 
135. Durjana saya ngambra-ambra---Kejahatan makin merajalela. 
136. Penjahat saya tambah---Penjahat makin banyak. 
137. Wong apik saya sengsara---Yang baik makin sengsara. 
138. Akeh wong mati jalaran saka peperangan---Banyak orang mati karena perang. 
139. Kebingungan lan kobongan---Karena bingung dan kebakaran. 
140. Wong bener saya thenger-thenger---Si benar makin tertegun. 
141. Wong salah saya bungah-bungah---Si salah makin sorak sorai. 
142. Akeh bandha musna ora karuan lungane---Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe Banyak harta hilang entah ke mana, Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa. 
143. Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---Banyak barang haram, banyak anak haram. 
144. Bejane sing lali, bejane sing eling---Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar. 
145. Nanging sauntung-untunge sing lali---Tapi betapapun beruntung si lupa. 
146. Isih untung sing waspada---Masih lebih beruntung si waspada. 
147. Angkara murka saya ndadi---Angkara murka semakin menjadi. 
148. Kana-kene saya bingung---Di sana-sini makin bingung. 
149. Pedagang akeh alangane---Pedagang banyak rintangan. 
150. Akeh buruh nantang juragan---Banyak buruh melawan majikan. 
151. Juragan dadi umpan---Majikan menjadi umpan. 
152. Sing suwarane seru oleh pengaruh---Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh. 
153. Wong pinter diingar-ingar---Si pandai direcoki. 
154. Wong ala diuja---Si jahat dimanjakan. 
155. Wong ngerti mangan ati---Orang yang mengerti makan hati. 
156. Bandha dadi memala---Hartabenda menjadi penyakit 
157. Pangkat dadi pemikat---Pangkat menjadi pemukau. 
158. Sing sawenang-wenang rumangsa menang---Yang sewenang-wenang merasa menang 
159. Sing ngalah rumangsa kabeh salah---Yang mengalah merasa serba salah. 
160. Ana Bupati saka wong sing asor imane---Ada raja berasal orang beriman rendah. 
161. Patihe kepala judhi---Maha menterinya benggol judi 
162. Wong sing atine suci dibenci---Yang berhati suci dibenci 
163. Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa. 
164. Pemerasan saya ndadra---Pemerasan merajalela. 
165. Maling lungguh wetenge mblenduk---Pencuri duduk berperut gendut. 
166. Pitik angrem saduwure pikulan---Ayam mengeram di atas pikulan. 
167. Maling wani nantang sing duwe omah---Pencuri menantang si empunya rumah. 
168. Begal pada ndhugal---Penyamun semakin kurang ajar. 
169. Rampok padha keplok-keplok---Perampok semua bersorak-sorai. 
170. Wong momong mitenah sing diemong---Si pengasuh memfitnah yang diasuh 
171. Wong jaga nyolong sing dijaga---Si penjaga mencuri yang dijaga. 
172. Wong njamin njaluk dijamin---Si penjamin minta dijamin. 
173. Akeh wong mendem donga---Banyak orang mabuk doa. 
174. Kana-kene rebutan unggul---Di mana-mana berebut menang. 
175. Angkara murka ngombro-ombro---Angkara murka menjadi-jadi. 
176. Agama ditantang---Agama ditantang. 
177. Akeh wong angkara murka---Banyak orang angkara murka. 
178. Nggedhekake duraka---Membesar-besarkan durhaka. 
179. Ukum agama dilanggar---Hukum agama dilanggar. 
180. Prikamanungsan di-iles-iles---Perikemanusiaan diinjak-injak. 
181. Kasusilan ditinggal---Tata susila diabaikan 
182. Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi. 
183. Wong cilik akeh sing kepencil---Rakyat kecil banyak tersingkir. 
184. Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---Karena menjadi kurban si jahat si laknat. 
185. Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---Lalu datang Raja berpengaruh dan berprajurit. 
186. Lan duwe prajurit---Dan punya prajurit. 
187. Negarane ambane saprawolon---Lebar negeri seperdelapan dunia. 
188. Tukang mangan suap saya ndadra---Pemakan suap semakin merajalela. 
189. Wong jahat ditampa---Orang jahat diterima. 
190. Wong suci dibenci---Orang suci dibenci. 
191. Timah dianggep perak---Timah dianggap perak. 
192. Emas diarani tembaga---Emas dibilang tembaga 
193. Dandang dikandakake kuntul---Gagak disebut bangau. 
194. Wong dosa sentosa---Orang berdosa sentausa. 
195. Wong cilik disalahake---Rakyat jelata dipersalahkan. 
196. Wong nganggur kesungkur---Si penganggur tersungkur. 
197. Wong sregep krungkep---Si tekun terjerembab. 
198. Wong nyengit kesengit---Orang busuk hati dibenci. 
199. Buruh mangluh---Buruh menangis. 
200. Wong sugih krasa wedi---Orang kaya ketakutan. 
201. Wong wedi dadi priyayi---Orang takut jadi priyayi. 
202. Senenge wong jahat---Berbahagialah si jahat. 
203. Susahe wong cilik---Bersusahlah rakyat kecil. 
204. Akeh wong dakwa dinakwa---Banyak orang saling tuduh. 
205. Tindake manungsa saya kuciwa---Ulah manusia semakin tercela. 
206. Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai. 
207. Wong Jawa kari separo---Orang Jawa tinggal separo. 
208. Landa-Cina kari sejodho---Belanda-Cina tinggal sepasang. 
209. Akeh wong ijir, akeh wong cethil---Banyak orang kikir, banyak orang bakhil. 
210. Sing eman ora keduman---Si hemat tidak mendapat bagian. 
211. Sing keduman ora eman---Yang mendapat bagian tidak berhemat. 
212. Akeh wong mbambung---Banyak orang berulah dungu. 
213. Akeh wong limbung---Banyak orang limbung. 
214. Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka---Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya jaman.

======== Sekian Terima Kasih ===============